Menu

Mode Gelap
 

Karya Tulis Santri · 18 Feb 2025 13:06 WIB ·

Jihad

Perbesar

Dalam Syariat Islam dan Penerapannya di Masa Kini

Oleh Abdullah Furoihan

(Santri Kels 3 Tsanawy Ma’had Ibnu Taimiyyah Banyumas)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Pendahuluan

Mambahas kesalahan kaum muslimin dalam memahami kejayaan umat Islam yang pernah dicapai di masa Rasulullah r dan Khulafaur Rasyidin, meskipun umat Islam pernah menguasai wilayah yang besar, keadaan ini memburuk setelah masa Khulafaur Rasyidin akibat fitnah dan perpecahan yang membuat umat Islam menjadi lemah. Upaya untuk membangun kembali kejayaan tersebut juga tidak dilakukan dengan cara yang benar, karena tidak mencari akar masalah dan tidak melibatkan para ulama yang memahami Al-Qur’an dan As Sunnah. Dan hal ini justru menyebabkan masalah umat Islam semakin parah.

Jadi bahwasannya penyakit umat Islam yang sebenarnya adalah kelalaian kaum muslimin terhadap agamanya. Dan juga karena mereka telah menyalahi syariat nabi Muhammad r dan telah menyimpang jauh dari agama Islam yang lurus dan benar, yaitu agama yang dipahami dan dilaksanakan oleh para sahabat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa obat yang paling mujarab untuk mengobati kaum muslimin saat ini tidak lain adalah dengan kembalinya mereka kepada agama Islam dengan benar.

Definisi Jihad

Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas رَحِمَهُ ٱللَّٰهُ menjelaskan bahwa jihad adalah syiar penting dalam agama Islam yang akan ada hinga hari kiamat. Adapun definisi jihad secara bahasa (etimologi) adalah kekuatan, usaha, susah payah, dan kemampuan. Sedangkan secara istilah syariat  (terminologi), jihad adalah memerangi orang kafir dengan segala daya dan upaya. Dan jihad itu ada tiga macam, yaitu jihad melawan musuh yang nyata, jihad melawan syaithon, dan jihad melawan hawa nafsu.

Istilah jihad juga digunakan untuk melawan hawa nafsu, syaithon dan juga melawan orang-orang fasik.  Adapun jihad melawan hawa nafsu yaitu dengan belajar agama Islam dengan pembelajaran yang benar, lalu mengamalkannya kemudian mengajarkannya kepada orang lain. Sementara itu, jihad melawan syaithon bermakna menolak syubhat yang dia bawa dan syahwat yang selalu dihiasi (bagi manusia). Sedangkan jihad melawan orang kafir, begitu juga dengan orang fasik, ini bisa dilakukan dengan tangan, harta, lisan maupun hati.

 

Macam-macam Jihad

Oleh karena itu, jihad terdiri atas 2 macam. Yang pertama adalah jihad dengan tangan dan senjata. Dan jihad ini bisa dilakukan oleh banyak orang. Kedua, jihad dengan hujah (dalil) dan bayan (penjelasan). Jihad bentuk ini adalah khusus bagi para ulama. Jihad ini lebih utama dibandingkan dengan jihad bentuk pertama, karena lebih banyak manfaatnya, lebih banyak yang membutuhkan dan lebih banyak musuhnya.

Allah عزوجل berfirman,

“وَلَوْ شِئْنَا لَبَعَثْنَا فِى كُلِّ قَرْيَةٍ نَّذِيرًافَلَا تُطِعِ ٱلْكَٰفِرِينَ وَجَٰهِدْهُم بِهِۦ جِهَادًا كَبِيرًا”

“dan sekiranya kami menghendaki, niscaya kami utus seorang pemberi peringatan pada setiap negeri. Maka janganlah engkau taati orang-orang kafir, dan berjuanglah terhadap mereka dengannya (Al-Qur’an) dengan (semangat) perjuangan yang besar.” (Qs. Al Furqon : 51-52).

Dan jihad ini merupakan seutama-utamanya amalan dan juga merupakan perintah Allah عزوجل kepada para nabi dan kaum muslimin, sebagaimana yang telah banyak disebutkan di dalam Al-Qur’an dan As Sunnah. Di antaranya, Allah عزوجل berfirman,

“وَقَٰتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ”

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Qs. Al Baqarah : 190)

Allah عزوجل juga berfirman dalam ayat yang lain,

“أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا۟ ٱلْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا۟ مِنكُمْ وَيَعْلَمَ ٱلصَّٰبِرِينَ”

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (Qs. Ali Imran : 142)

Dan di antara dali dari hadits tentang jihad yaitu hadits dari Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنها berkata dalam satu riwayat,

سَأَلْتُ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إلَى اللَّهِ ؟ قَالَ : الصَّلاةُ عَلَى وَقْتِهَا . قُلْتُ : ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ : بِرُّ الْوَالِدَيْنِ , قُلْتُ : ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ : الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Saya bertanya kepada nabi r , “ Amalan apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “ shalat pada waktunya”. Saya bertanya lagi, “kemudian apa?”. Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua”. Saya  bertanya lagi, “kemudian apa?”. Beliau menjawab, “ Jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sesungguhnya jihad itu tidak dikatakan jihad yang sebenarnya melainkan apabila jihad itu ditujukan hanya untuk mencari wajah Allah عزوجل, menegakkan kalimat-Nya, mengibarkan panji kebenaran, menyingkirkan kebathilan dan menyerahkan segenap jiwa dan raga untuk mencari keridhoan Allah. Akan tetapi apabila seseorang berjihad untuk mencari dunia, maka jihadnya itu tidak dikatakan sebagai jihad yang sebenarnya.

Hukum Jihad

Hukum jihad adalah fardhu kifayah, berdasarkan firman Allah عزوجل,

كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.  (Qs. Al Baqarah : 216)

Ayat ini merupakan penetapan kewajiban jihad dari Allah عزوجل bagi kaum muslimin, yaitu agar mereka menghentikan kejahatan musuh di dalam negeri Islam.

Empat imam madzhab dan para ulama yang lainnya telah sepakat bahwa hukum jihad fi sabilillah adalah fardhu kifayah. Yaitu apabila sebagian kaum muslimin sudah melaksanakannya, maka gugur kewajiban atas sebagian muslim yang lainnya. Namun jika sama sekali tidak ada yang mau melaksanaknnya, maka semuanya berdosa.

Rasulullah r mengabarkan bahwa orang yang tidak ada di dalam hatinya tekad sama sekali untuk berjihad, maka sikap ini merupakan salah satu tanda kemunafikan. Beliau r bersabda,

“مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِهِ مَاتَعَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ”

Barang siapa mati, sedang ia tidak pernah berjihad dan tidak mempunyai keinginan untuk jihad, ia mati dalam satu cabang kemunafikan” (Muttafaq ‘alaih).

Para ulama juga berpendapat bahwa hukum jihad bisa menjadi fardhu ‘ain pada tiga kondisi berikut:

  1. Jika pasukan kaum muslimin dan pasukan orang-orang kafir sudah bertemu di medan perang, maka tidak boleh seorang pun mundur atau berbalik. Dalilnya adalah firman Allah عزوجل

وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَىٰ فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allâh, dan tempatnya ialah neraka Jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya (Al-Anfâl : 16)

  1. Jika musuh menyerang dan mengepung negeri kaum muslimin, maka wajib bagi penduduk negeri tersebut untuk keluar memerangi musuh, terkecuali wanita dan anak-anak.
  2. Jika imam atau pemimpin negeri meminta kaum muslimin untuk berangkat berjihad, maka wajib untuk berangkat. Sebagaimana nabi r bersabda,

 

لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفرِتُمْ فانْفِرُوا

Tidak ada hijrah setelah Fathul Makkah yang ada hanyalah jihad dan niat. Oleh karena itu, jika kalian diperintah untuk berjihad oleh imam, maka berangkatlah.” (Muttafaqun ‘alaih).

 

Jihad diwajibkan atas setiap muslim yang baligh, berakal, merdeka, laki-laki, memiliki kemampuan untuk berperang, memiliki harta yang mencukupi untuk dirinya dan keluarganya selama pergi berperang. Sedangkan bagi wanita, maka mereka tidak memiliki kewajiban berjihad perang, akan tetapi jihad mereka adalah dengan umroh.

 

Fase Jihad Rasulullah r

Jihad yang dilakukan oleh rasulullah r terbagi menjadi 4 fase, yaitu:

  1. Fase menjauhkan diri dari peperangan dengan bersabar atas gangguan orang-orang kafir.
  2. Fase pada saat diizinkan untuk berperang, tetapi belum ada perintah untuk berperang, yakni karena pada saat itu kaum muslimin sedang terzalimi.
  3. Fase memerangi orang-orang yang memerangi kaum muslimin dan mencegah hal ini dari selain mereka (yang tidak memerangi kaum muslimin). Allah عزوجل berfirman,

“وَقَٰتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ”

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Qs. Al Baqarah : 190)

  1. Fase memerangi setiap orang kafir sampai mereka masuk Islam. Allah عزوجل berfiman,

قُل لِّلْمُخَلَّفِينَ مِنَ ٱلْأَعْرَابِ سَتُدْعَوْنَ إِلَىٰ قَوْمٍ أُو۟لِى بَأْسٍ شَدِيدٍ تُقَٰتِلُونَهُمْ أَوْ يُسْلِمُونَ ۖ فَإِن تُطِيعُوا۟ يُؤْتِكُمُ ٱللَّهُ أَجْرًا حَسَنًا ۖ وَإِن تَتَوَلَّوْا۟ كَمَا تَوَلَّيْتُم مِّن قَبْلُ يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

 

Katakanlah kepada orang-orang Badwi yang tertinggal: “Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam). Maka jika kamu patuhi (ajakan itu) niscaya Allah akan memberikan kepadamu pahala yang baik dan jika kamu berpaling sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya, niscaya Dia akan mengazab kamu dengan azab yang pedih”. (Qs. Al Fath : 16).

Keutamaan Jihad di Jalan Allah

Keutamaan jihad di jalan Allah diungkapkan dalam banyak ayat Al-Qur’an maupun hadits nabi r. Di dalam surat At Taubah, Allah menjelaskan bahwa orang-orang beriman, berihjrah, dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka, maka mereka akan mendapatkan derajat yang tinggi di sisi-Nya, dan akan menerima rahmat serta surga yang kekal. Nabi r juga mengibaratkan orang yang berjihad di jalan Allah seperti orang yang berpuasa tanpa berbuka dan melaksanakan sholat malam terus menerus. Nabi r bersabda,

رِبَـاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ

“Berjuang sehari semalam lebih baik daripada puasa selama sebulan beserta shalatnya. Jika dia mati, maka pahala amal yang telah ia lakukan akan tetap mengalir, rizkinya pun akan tetap berlangsung dan akan dijaga dari fitnah kubur.” (HR. Muslim).

Penting bagi kaum segenap muslimin utnuk mendukung para mujahid dalam jihad baik melalui persiapan keberangkatan maupun memenuhi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan mereka berjihad. Bukti dukungan ini, baik materi maupun moral dianggap sebagai ikut andil dalam jihad yang berpotensi mendatangkan pahala yang setara dengan para mujahid.

Tujuan jihad

Tujuan jihad di jalan Allah adalah untuk menjaga dan menegakkan agama Allah di muka bumi. Bukan sekedar untuk membunh musuh. Dalam Al-Qur’an, Allah عزوجل memerintahkan untuk berperang sampai tidak ada lagi fitnah (kesyirikan) dan agama hanya untuk Allah. Allah عزوجل berfirman,

وَقَٰتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ لِلَّهِ ۖ فَإِنِ ٱنتَهَوْا۟ فَلَا عُدْوَٰنَ إِلَّا عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ

Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. Al Baqarah : 193).

Para ulama menekankan bahwa jihad bertujuan untuk meenghilangkan semua bentuk kesyirikan dan memastikan bahwa ibadah manusia hanya kepada Allah serta mengajak mereka untuk masuk Islam. Nabi r berasbda,

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ

Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah. (muttafa ‘alaih).

Oleh karena itu, jihad diharapkan dimulai dengan dakwah kepada orang-orang kafir agar mereka mau masuk Islam. Al Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyah رَحِمَهُ ٱللَّٰهُ menjelaskan bahwa jihad terdiri atas 4 tingkatan, yaitu:

  1. Jihadun Nafs (Jihad melawan hawa nafsu)

Yaitu dengan mempelajari agama dan mengamalkan ilmunya, serta mendakwahkannya untuk mencapai keberhasilan dunia dan akhirat dengan diiringi sabar terhadap kesulitan-kesulitan yang ada.

  1. Jihadusy Syaithon (Jihad melawan Syaithon)

Yaitu jihad dengan membentengi diri dari serangan syubhat dan syahwat. Allah عزوجل berfirman,

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا۟ ۖ وَكَانُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا يُوقِنُونَ

Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (Qs. As Sajdah : 24)

Dalam ayat di atas, Allah mengabarkan bahwa kepemimpinan dalam agama hanya akan dapat diperoleh dengan sabar dan yakin.

  1. Jihadul Kuffar wal Munafiqin (Jihad melawan orang-orang kafir dan munafik)

Yakni jihad dengan hati, lisan, harta dan jiwa. Allah عزوجل berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ جَٰهِدِ ٱلْكُفَّارَ وَٱلْمُنَٰفِقِينَ وَٱغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَىٰهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ ٱلْمَصِيرُ

Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya. (Qs. At Taubah :73)

  1. Jihad Melawan Orang-Orang Zalim, Pelaku Bid’ah dan Kemungkaran

Yaitu dengan berjihad tangan, lisan atau dengan hati, sesuai dengan kemampuan masing-masing individu muslim. Nabi r bersabda,

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ

Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Jihad yang paling besar adalah jihad melawan hawa nasfsu sendiri. Allah عزوجل berfiman,

وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا۟ فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Qs. Al Ankabut :69)

Dalam ayat di atas, Allah عزوجل menjanjikan petunjuk bagi mereka yang berjuang mencari ridho-Nya. Sedangkan bagi mereka yang meninggalkan jihad, maka akan hilang dari mereka jalan petunjuk tersebut. Rasulullah r bersabda,

اف ضل الجهادمن جهدنفسه في ذات الله

“ Jihad yang paling utama adalah orang yang menjihadi dirinya sendiri dalam rangka mentaati Allah”.

Kaidah-Kaidah Jihad

Jihad memiliki kaidah-kaidah dan syarat-syarat yang harus dipenuhi, seperti:

  1. Harus didasari dengan niat dan mutaba’ah.
  2. Harus sesuai dengan maksud dan tujuan disyariatkannya jihad, yaitu untuk meninggikan kalimat Allah. Sebagaimana dalam hadits,

مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ الله هِيَ العُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ

“Orang yang berperang agar kalimat Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadi paling tinggi, dialah orang yang berperang di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Muttafaq ‘alaih).

  1. Jihad harus didasari dengan ilmu dan pengetahuan agama dengan benar.
  2. Hendaknya jihad ditunaikan dengan kasih sayang dan juga kelembutan kepada makhluk-makhluk Allah.
  3. Harus dilaksanakan dengan keadilan dan menjauhi permusuhan. Dan juga harus dilaksanakan bersama Ulil Amri/Pemimpin Negara, entah pemimpin itu seorang yang baik ataupun buruk. Serta menghasilkan kebaikan/manfaat dan mencegah kemungkaran.

 

 

Pembagian Jihad

Jihad terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:

  1. Jihad Ofensif (Jihadul Fath Wath Thalab)

Pelaksanaan jihad ini harus atas perintah dari pemipin negara, negara (seluruh anggota pemerintahan) dan juga bendera.

  1. Jihad Defensif (jihadud Difa’)

Merupakan pembelaan terhadap sebuah negeri kaum muslimin. Jihad ini merupakan kewajiban bagi seluruh penduduk negeri yang diserang oleh musuh dan jika diperlukan maka akan membutuhkan dukungan dari negeri tetangga.

Persiapan Jihad

Persiapan untuk jihad meliputi 2 aspek, yaitu:

  1. Pembinaan keimanan untuk bertaqorrub kepada Allah
  2. Persiapan fisik, berupa jumlah pasukan dan perlengkapan persenjataan

Setiap amalan jihad yang tidak ditujukan untuk meninggikan kalimat Allah dan tidak berdasarkan ketentuan-ketentuan syariat dan adab-adab Islami, maka hal itu termasuk penyimpangan dalam jihad.

Bahaya Penyimpangan Jihad

Penyimpangan dalam pelaksanaan jihad dapat menimbulkan banyak mudhorot/dampak negatif, di antaranya adalah:

  1. Peperangan yang dilakukan bukan di bawah panji Islam, melainkan di bawah panji jahiliyyah. Nabi r bersabda,

مَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَدْعُو عَصَبِيَّةً أَوْ يَنْصُرُ عَصَبِيَّةً فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ

 

“Barangsiapa terbunuh karena membela bendera kefanatikan yang menyeru kepada kebangsaan atau mendukungnya, maka matinya seperti mati Jahiliyah.” (HR. Muslim).

  1. Menimbulkan terbunuhnya jiwa yang tidak bersalah dan yang diharamkan untuk dibunuh.
  2. Menimbulkan perpecahan di tengah kaum muslimin.
  3. Memperburuk citra Islam.

Sebab-Sebab Penyimpangan Jihad

Mudhorot/dampak negatif yang timbul akibat dari penyimpangan terhadap syariat jihad disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya adalah:

  1. Rusaknya niat, yang mana niat itu yang tidak sesuai tuntunan syariat.

Sebagaimana Nabi r bersabda,

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (Muttafaq ‘alaih)

  1. Mengikuti hawa nafsu dan meninggalkan tuntunan syariat terkait prosedur pelaksanaanya. Nabi r bersabda,

إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ اَلْغُلُوُّ فِي الدِّيْنِ

“Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama, karena sesungguhnya sikap ghuluw ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.”(HR. Ahmad, Nasai dan yang lainnya).

Dan masih ada banyak lagi sebab-sebab penyimpangan dalam pelaksanan jihad.

 

وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ

 

Diringkas dari buku Jihad Dalam Syariat Islam dan Penerapannya di Masa Kini karya Al Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas rohimahullohu ta’ala

 

Banyumas, 14 Rajab 1446 bertepatan dengan 14 Januari 2025

Penulis    :
Abdulloh Furoihan (Santri Kelas 1 Tsanawy Ma’had Ibnu Taimiyyah Banyumas)
Editor      :
Arif Nugroho, S.Pd
Korektor :
Ustadz Muhamad Fahrudin (Pengajar di Ma’had Ibnu Taimiyyah Banumas)

Facebook Comments Box
Artikel ini telah dibaca 40 kali

badge-check

Team

Baca Lainnya

Agar Puasa Kita Diterima Allah ta’ala

12 Maret 2025 - 08:23 WIB

Allah Tinggikan Derajat Manusia dengan Ilmu

5 Maret 2025 - 10:32 WIB

Mengapa Aku Harus Menuntut Ilmu?

27 Februari 2025 - 10:36 WIB

Jauh Dari Orang Tua Demi Menuntut Ilmu

25 Februari 2025 - 07:58 WIB

Keutamaan Menuntut Ilmu

18 Februari 2025 - 13:11 WIB

Kenapa Aku Harus Belajar

18 Februari 2025 - 13:09 WIB

Trending di Karya Tulis Santri