Dalam praktik mandi dalam Islam, terdapat ketentuan tertentu jika seseorang perlu melakukan dua jenis mandi secara bersamaan. Hal ini mencakup mandi wajib, seperti mandi junub dan mandi setelah haid, serta mandi sunnah, seperti mandi Jumat dan mandi hari raya. Berikut adalah panduan rinci yang memaparkan bagaimana tata cara mandi ganda ini diterapkan, berdasarkan pandangan Mazhab Syafi’i.
Hukum Mandi Junub
Mengenai perintah mandi ketika junub disebutkan ayat,
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah: 6). Maksud ayat ini kata Asy Syaukani, “(Bagi yang dapati air) ketika junub, hendaklah mandi dengan air.” (Fathul Qadir, 2:28).
Adapun dalil dari hadits ,
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا ، فَقَدْ وَجَبَ الْغَسْلُ
“Jika seseorang duduk di antara empat anggota badan istrinya (maksudnya: menyetubuhi istrinya , pen), lalu bersungguh-sungguh kepadanya, maka wajib baginya mandi.” (HR. Bukhari, no. 291 dan Muslim, no. 348)
Di dalam riwayat Muslim terdapat tambahan,
وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ
“Walaupun tidak keluar mani.”
Dalil-dalil di atas menunjukkan wajibnya mandi ketika junub.
Hukum Mandi Jumat
Sedangkan perintah sunnah untuk mandi Jumat disebutkan dalam hadits,
مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ وَمَنْ اغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ
“Barangsiapa berwudhu di hari Jum’at, maka itu baik. Namun barangsiapa mandi ketika itu, maka itu lebih afdhol.” (HR. An-Nasai, no. 1380; Tirmidzi, no. 497; Ibnu Majah, no. 1091, hadits ini dinilai sahih menurut Syaikh Al-Albani).
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Menurut madzhab kami -Syafi’i-, mandi Jumat itu sunnah. Mandi Jumat tidaklah wajib yang dihukumi bermaksiat jika ditinggalkan. Hukum mandi Jumat adalah sunnah yang konsekuensinya sama dengan ibadah sunnah yang lain. Inilah pula yang jadi pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in serta ulama setelah itu.” (Al-Majmu’, 4: 284).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Mandi jumat itu disunnahkan menurut pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi’i. Mandi ini berlaku bagi orang baligh yang menghadiri shalat Jumat dari laki-laki atau perempuan, juga setiap orang yang wajib menghadiri shalat tersebut atau pun tidak. Selain itu tidak disunnahkan.”
Imam Nawawi rahimahullah juga menyebutkan bahwa Imam Syafi’i dan para ulama dalam madzhab Syafi’i menyakatakan, mandi Jumat teranggap jika sudah masuk waktu fajar pada hari Jumat hingga shalat Jumat dilaksanakan. Mandi jumat yang paling afdhol adalah ketika ingin berangkan menuju shalat Jumat. Jika seseorang mandi Jumat sebelum fajar Shubuh pada hari tersebut, tidaklah teranggap.” (Lihat Al-Majmu, 1: 161)
Sedangkan mengenai hukum menggabungkan mandi Jumat dan mandi junub telah disebutkan oleh Imam Nawawi, di mana beliau menukil perkataan Ibnu Mundzir bahwa kebanyakan ulama berpendapat, boleh sekali mandi untuk mandi junub dan mandi jumat sekaligus. Inilah yang jadi pendapat Ibnu ‘Umar, Mujahid, Makhul, Malik, Ats Tsauri, Al Auza’i, Asy Syafi’i dan Abu Tsaur. Imam Ahmad berkata, “Aku berharap seperti itu sah.” (Al-Majmu’, 4: 285)
Kaidah Menggabungkan Dua Mandi
Ketika seseorang dihadapkan pada situasi yang memerlukan dua jenis mandi sekaligus, terdapat tiga kategori penting yang harus diperhatikan, yaitu:
- Jika Keduanya Mandi Wajib
Jika kedua jenis mandi tersebut sama-sama diwajibkan, misalnya mandi junub dan mandi setelah haid, maka cukup dengan berniat mengangkat salah satu dari kedua hadats tersebut. Dengan niat ini, status keduanya dianggap terangkat sekaligus. - Jika Keduanya Mandi Sunnah
Apabila kedua jenis mandi merupakan sunnah, seperti mandi Jumat dan mandi hari raya, cukup dengan berniat untuk satu di antaranya, maka kedua mandi tersebut dianggap terlaksana. Namun, pahala mandi hanya diberikan untuk mandi yang secara khusus diniatkan. - Jika Salah Satu Mandi Wajib dan yang Lain Mandi Sunnah
Dalam situasi di mana satu jenis mandi adalah wajib dan yang lainnya sunnah, jika seseorang berniat untuk menggabungkan keduanya dalam satu kali mandi, maka kedua tujuan mandi tersebut dianggap tercukupi. Namun, bila niatnya hanya untuk salah satu jenis mandi, maka hal itu tidak mencakupi mandi lainnya. Dalam hal ini, yang lebih utama adalah melaksanakan mandi wajib dan mandi sunnah secara terpisah.
Lihat Bidayah Al-Faqih Asy-Syafii, hlm. 92.
Referensi:
–
Tulisan di tahun 2014 yang direvisi pada 4 Jumadal Ula 1446 H, 6 November 2024
@ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul
Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal