Ketika anak kecil (belum dewasa) melakukan kesalahan, Allah tidak menjadikan kesalahan tersebut sebagai dosa.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ ;
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
“Pena itu diangkat dari tiga golongan; orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia baligh dan orang gila hingga ia berakal.”
HR. Abu Dawud dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dishahihkan oleh Syaikh Al Albani.
Jika anak kecil melakukan perusakan yang menyebabkan kerugian terhadap orang lain
Contohnya si anak bermain sepeda dan menabrak pintu rumah tetangga hingga rusak. Apakah ia dikenakan sanksi harus mengganti pintu yang rusak tersebut ?
Jawabannya adalah jika si pemilik rumah tidak ridha dengan kerusakan pintunya, wali anak tersebut bisa dituntut untuk bertanggung jawab dengan memperbaiki atau menggantinya.
Syaikh Nashir As Sa’di rahimahullah menuturkan dalam Al Qawa’id al Fiqhiyyah ;
لكن مع الإتلاف يثبت البدل# وينتفي التأثيم عنه والزلل
“Namun bila ada kerusakan maka tetap baginya (tuntunan) untuk mengganti.
Hanya saja dosa tertiadakan darinya.”
Kondisi si anak yang menabrak pintu tanpa sengaja atau ada unsur kesengajaan disamakan dengan orang yang tak berakal, sehingga ia tak berdosa.
Syaikh Muhammad Mukhtar Asy Syinqithi rahimahullah dalam Syarah Zadul Mustaqni menyebutkan sebuah kaidah yang masyhur di kalangan ulama ;
عمد الصبي والمجنون خطأ
Kesengajaan yang dilakukan oleh anak kecil (dalam pelanggaran) dan kesalahan dari orang gila dihukumi sebagai kekeliruan.
Jadi, meskipun tindakan si anak tidak teranggap dosa, tetapi tuntunan untuk menanggung resiko tetap berlaku.
Dalam Minhajus Sunnah Syaikhul Islam menjelaskan tentang makna terangkatnya pena dari 3 golongan yang tersebut dalam hadits ;
إنما يقتضي رفع الإثم لا رفع الضمان باتفاق المسلمين، فلو أتلفوا نفسًا أو مالا ضمنوه
“Hadits tersebut menunjukkan terangkatnya dosa, bukan hilangnya tuntunan tanggung jawab berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.
Maka jika mereka membinasakan jiwa atau harta (orang lain), mereka dituntut untuk menanggung resikonya “.
Wallahu a’lam.
Sumpiuh,
9 Jumadal Akhirah 1446 H.
Barakallahu fikum
Penulis :
Ustadz Tamim Suherman
Pengajar Ponpes Ibnu Taimiyyah